Langsung ke konten utama

Boroknya Regulasi, Deritanya Lingkungan


Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada Rabu (26/12), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengadakan jumpa pers terkait kinerja sektor ESDM tahun 2012. Dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, yang memaparkan bahwa sektor ESDM masih menjadi penggerak utama roda perekonomian nasional. Baik sebagai sumber penerimaan negara, pembangunan daerah, investasi, subsidi, energi dan bahan baku domestik, serta efek berantai termasuk menciptakan lapangan kerja, yang secara tidak langsung akan memperbaiki HDI (Human Development Index)




Potret Pertambangan di Indonesia
Secara teori memang seperti itu, energi dan sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia sangat melimpah ruah. Tidak wajar saja apabila hal itu tidak memberikan dampak positif terhadap bangsa sendiri. Akan tetapi pada realitasnya mungkin akan melenceng. Akan ada aspek yang tidak terekspos ke permukaan publik sebagai korban aktivitas itu.  Seperti halnya akibat dari aktivitas pertambangan.

Aktivas itu seharusnya dikategorikan kasus kriminal pula. Banyak sekali hutan di Indonesia yang “diperkosa”. Setelah dipakai kemudian dibiarkan terlantar tanpa tegas mempertanggung jawabkannya, habis manis sepah dibuang. “keperawanannya” pun sudah menjadi seperti ajang lelang. Satu diperebutkan oleh banyak penguasa kepentingan-kepentingan. Seperti halnya kasus di Sulawesi yang beberapa hari lalu diberitakan dalam koran Nasional Kompas pada Minggu (30/12). Saat ini di Sulawesi Tenggara, Izin Usaha Pertambangan (IUP) terdapat 350 yang menyebar di seluruh kabupatennya. Sedangkan menurut data Dinas ESDM Sulawesi Tengah, saat ini ada 372 IUP. Betapa menjamurnya usaha untuk merusak lingkungan ini terjadi.

Demo Pencabutan IUP
Pada umumnya, apabila ada orang yang melakukan demonstrasi hanya satu orang, maka akan lebih mudah dikendalikan dan dimonitori apabila melakukan anarkisme. Sedangkan jika 1000 orang yang melakukannya, ini akan menjadi serangan tawon yang sulit untuk dikendalikan. Begitu pula dengan aktivitas pertambangan yang melibatkan banyak penguasa kepentingan tambang di Indonesia. Semakin banyak akan semakin sulit dalam melakukan penanganan dampak pertambangan yang dihasilkan. Apalagi dengan portal menuju hal tersebut sangat mudah didobrak. Yaitu pemberian IUP yang banyak dikeluarkan di lahan-lahan strategis. Dalam hal ini akan sangat strategis pula apabila pemerintah berperan aktif dalam membatasi pengeluaran IUP yang saat ini dikategorikan berlebihan tersebut. Barulah akses pertambangan di Indonesia bisa dikatakan aman. Bukan melihat dari output yang dihasilkan saja.

















Saya tidak akan heran lagi apabila pihak dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan bahwa untuk di Sulawesi Tenggara saja, seluruh kerusakan hutan selama 2009-2012 adalah 60 persen diantaranya merupakan kontribusi aktivitas pertambangan. Jika dirunutkan kembali akan bermuara pada tak terkendalinya proses konversi lahan yang digunakan untuk penambangan. Berujung pula pada banyaknya aktor yang berperan dalam kasus ini. Pemerintah pulalah yang harus berperan untuk menghentikan atau membatasi masuknya aktor baru. Investor memang sangat memiliki peran strategis dalam meningkatkan ekonomi nasional, tapi itu tidak sepenting dengan hilangnya Sumber Daya Alam (SDA) dan ekosistem bagi kehidupan anak cucu kita dikemudian hari.

Pada perkembangannya pun, pemerintah malah membuat para penguasa itu tersenyum lebar dengan dikeluarkannya regulasi tentang memperbolehkannya pengalihfungsian lahan hutan lindung menjadi lahan tambang. Dengan dalih harus melakukan reklamasi apabila melakukan alih fungsi tersebut.  Padahal menurut Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan mengatakan bahwa di daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, terdapat 1.900 kuasa pengguna yang bersinggungan dengan hutan lindung. Kuasa pengguna itu berada di kawasan hutan konservasi. Artinya kawasan itu tidak boleh digunakan untuk pertambangan. Yang menjadi perhatian adalah pelaksanaan reklamasi itu seakan penuh dengan negosiasi. Pasalnya, reklamasi itu direndahkan dengan pernyataan bahwa lahan hutan lindung yang digunakan boleh digantikan dengan lahan tidak berupa hutan.

Dengan demikian, bekas tambang dapat juga dijadikan perkebunan, kolam budidaya ikan, pertanian palawija, irigasi, air baku, atau taman wisata air. Begitulah ungkapan Deputi Bidang Pengendalian Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Karliansyah. Reklamasi sendiri menurut Peraturan Menteri ESDM adalah kegiatan perusahaan yang bertujuan memperbaiki atau menata lahan yang terganggu agar dapat berfungsi dan berguna kembali sesuai peruntukannya. Dengan melihat definisi dari Kementerian Lingkungan Hidup itu sudah menjadi permasalahan yang akan menggerogoti tubuh lingkungan Indonesia. Hutan tetaplah hutan yang memiliki fungsi signifikan yang takan tergantikan. Mana bisa kolam ikan dijadikan produsen udara sehat dan sebagainya. Jelas sudah ini menjadi penyelewengan yang akan menguntungkan pihak penguasa kepentingan tambang. Oleh karena itu ketegasan regulasi pemerintah dirasa masih lemah.

Di tahun 2013 inilah saatnya mengalihkan fokus kita untuk membersihkan borok yang ada dalam tubuh regulasi dari aktivitas pertambangan ini. Sudah hampir satu dekade berjalannya peraturan itu masih tidak mendapatkan hasil yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Malah mendatangkan banyak musibah seperti bencana alam dan sebagainya. Bencana hanyalah salah satu dampak karena dampak sosial, diantaranya kriminal, juga menjadi dampak lain yang mengikuti. Jangan biarkan lagi Ibu Pertiwi ini didera kanker yang akan menyerang setiap saat.

Fiqly Firnandi Ramadhan
Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi ITS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Save Bonus Demografi!

S edikit keluar dari keseharian seorang mahasiswa teknik, perlu adanya perenungan terhadap fenomena hangat zaman ini. Sebuah anugerah atau mungkin musibah yang akan diterima bangsa ini. Sebuah kado dari Tuhan yang entah siapa yang memintanya. Bahkan, tidak ada yang pernah menyadari akan kemurahan yang diberikan-Nya itu kepada Bangsa Indonesia. Setiap masalah yang melanda negeri ini, membuat banyak pikiran terdistribusi untuk ikut menyelesaikan. Baik masalah yang bersifat klasik, hingga permasalahan yang 'dibuat-buat' manusia. Seperti halnya bencana alam yang memporak-porandakan tanah air, bentrok yang memecah belah persatuan bangsa, dan korupsi yang menjamur di mana-mana. Akan tetapi, hal seperti itu perlu disikapi dari sudut pandang yang berbeda. Menyelesaikan masalah dengan melakukan berbagai cara yang bersifat preventif. Dalam hal ini selalu berpikir visioner dalam bertindak. Bonus demografi adalah adalah istilah kependudukan untuk menggambarkan tersedianya

Pekerjaan Hati

 Durasi : 1 menit Sumber : drjuanda.com Cukuplah semua itu bermuara di hati yang terdalam Tak perlu kau umbar seperti halnya hitam yang kelam Kau menginginkan siang, tapi kau dapati malam Begitulah dunia yang dipenuhi hukum alam

IYCC #1 : Opportunity and Readiness

Mungkin cerita ini sudah lama dimulai. Hampir sekitar sebulan yang lalu.Tapi momen yang pas buat ditulis memang saat ini. Entah itu karena moodnya bagus atau emang dulu itu lagi malas. hehe. Singkat cerita, setelah dapet surat Invitation buat ikut konferensi internasional (yang pertama bagi saya, pertama keluar Negeri juga, dan pastinya pertama naik pesawat. Yeahhh. :D) saya memutuskan untuk tidak mengikutinya. (anehkan ya kalau itu ditolak). Saya masih ingat sekali apa yang diperbincangkan saat itu bersama coach saya di asrama yaitu mas Wawan Ismanto tea. :D Mungkin kaya gini ceritanya. A= Ane C= Coach aka Mas Wawan Ismanto A : Mas, ane dapet undangan buat ikut International Youth Cultural Conference di Malaysia, tapi kayanya ane kemungkinan besar ga ikut. C : Lho kenapa? deket lho padahal ke Malaysia itu. A : Deket sih deket, tapi ane ga ada dananya mas. C: Emang sekitar berapa gitu kalau berangkat? A: Pesawat sama hotel paling sekitar Sejutaan. (Ngasal jawab tanpa