Minggu, 12 Agustus 2012 pukul 20.15 WIB
Hari Kemerdekaan Indonesia menjadi suatu sejarah yang akan selalu
dikenang oleh bangsanya. 17 Agustus 2012, tepatnya 67 tahun Indonesia merdeka,
akan sangat banyak pembelajaran yang akan didapatkan. Pada Minggu (12/8) pukul
20.15 WIB, peserta PPSDMS Regional IV Surabaya angkatan enam pun menyongsong
hari itu dengan melakukan Refleksi Kemerdekaan ke Makam Bung Tomo di Taman
Makam Pahlawan Ngagel Surabaya. Hal itu menjadi upaya untuk tidak melupakan
sejarah bangsa ini. Selaras dengan ungkapan yang diutarakan Proklamator
Kemerdekaan Republik Indonesia, Ir Soekarno, yaitu Jas Merah (Jangan Sekali-kali melupakan Sejarah).
Sebelum liburan dan saling berpisah untuk kembali ke kampung halaman
masing-masing, menjadi sangat sakral ketika kebersamaan itu dilakukan untuk
menggali tentang sejarah di hari menjelang kemerdekaan itu. Sejarah perjuangan
dari seorang tokoh yang telah mempertahankan tanah air dari sikap para
penjajah. Sosok yang telah melecutkan api semangat perjuangan kepada jiwa
pemuda arek-arek Suroboyo. Dialah Sutomo, atau sosok yang sangat dekat
dikenal dengan panggilan Bung Tomo.
Sejarah tentang perjuangan itu pun didapatkan dengan langsung berkunjung
ke Taman Makam Pahlawan Ngagel Surabaya, tempat beliau dimakamkan. Kali ini,
sejarah itu didapatkan secara langsung dari seorang pejuang mantan prajurit
Pembela Tanah Air (Peta). Dia adalah Subandi, warga yang berdomisili di
Ponorogo. Meski sudah berusia 85 tahun, ingatannya masih sangat jelas untuk
merekonstruksikan suasana masa dulu ketika disuruh menceritakan tentang kisah
perjuangannya.
Dari sanalah kita diajak sejenak untuk memutar ulang bingkai peristiwa
yang penuh dengan kenangan nan bermakna. Seperti halnya suatu kebersamaan untuk
berjuang mempertahankan tanah air ini. “Makan sego karak (nasi
aking,red) pun harus berebutan dengan 10 orang saat itu,” ungkap Subandi.
Malam itu pun diakhiri dengan apel malam yang disaksikan oleh
jasad-jasad para pejuang yang telah tertidur untuk selamanya. Hembusan angin
pun menyelimuti setiap bulu kuduk ketika melihat bendera Merah Putih dengan
gagah perkasa berkibar di depan kami. Lantunan puisi “Karawang-bekasi” menambah
gemetar hati kami dalam penghayatan setiap lirik syair yang keluar terucap.
Lengkap pula malam itu dengan gema lagu Syukur ditengah gelap gulita melanda.
Yang jelas, hal ini masih belum seberapa dibandingkan dengan perjuangan mereka
para pembela tanah air ini pada saat itu. Meski demikian, kami belum cukup terhilangkan
dahaga untuk terus mengenang sejarah demi Indonesia yang lebih baik dan
bermartabat. Fiqly Firnandi Ramadhan
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar untuk respon/pertanyaan. Klik link "Subscribe by email" untuk mengetahui balasan komentar/pertanyaan. NO SPAM, No Links, No SARA, No P*RNO! Komentar berisi LINK & tidak sesuai ketentuan akan langsung dihapus. Jangan lupa diisikan nama usernya sebagai identitas untuk berkomunikasi di blog ini.