Langsung ke konten utama

Antara Lidah dan Otak

Suatu hari di tengah merah meronanya langit, terngiang hembusan angin berbisik lembut. Bercampur dengan derasnya gelombang suara riuh dan membisingkan. Tiba-tiba terdengar gemuruh rasa syukur dan pujian. ''Alhamdulillah...'' dengan lantang anak paruh baya itu berucap. Semua riuh hilang terbenam seiring transformasi warna dunia. Seruan itu pun akhirnya memaksa kami untuk sadar bergerak menyucikan diri. Selesai waktuku dedikasikan untuk Dia Yang Satu, menandakan penapakan langkah akan turut berlanjut. Sulit memang untuk berdiam di tempat yang sangat menentramkan itu. Walau hanya beberapa menit, terasa kurang bahkan tak terasa. Tapi, hari itu membuatku tafakur sejenak ketika mendengarkan seseorang berkata, ''Lidah yang gemar bertanya otak yang gemar berpikir''. Sulit mencari kesalahan dari kalimat itu. Setidaknya kalimat itu sudah membuatku hilang kesadaran. 

Lidah memang sering membuat pemiliknya terjatuh dalam jurang dosa. Tak bertulang tapi keras, tak tajam tapi menusuk. Betapa sulitnya untuk mengikat geraknya lidah dalam berucap. Tak banyak ketika itu manusia lalai dalam mengontrol kinerjanya. Jangan salah terhadapnya apa yang telah terucap. 

Tak jauh antara lidah dan otak, semakin membuatnya cepat bertindak. Logika yang memang sulit diterima secara ilmiah. Tak ada sangkut paut antara jarak dan tindakan. Mengapa tidak kita berlaku layaknya gelas kosong nan bening. Apapun yang terpikir, setidaknya masih dapat masuk dan dipertimbangkan. Di mana pun itu, kebenaran akan bersifat relatif sebelum adanya peraturan yang mengikat. 

Jangan salahkan pula otak itu, jika hanya digunakan dalam ber-su'udzon. Prosesor alami itu bukan bergerak secara otomatis layaknya komputer. Bukan pula seperti mesin yang bergerak memerlukan mesin. Akan tetapi, ia akan tetap menjadi anugerah yang Tuhan berikan sebagai pemberian istimewa bagi manusia. Pernahkah terpikir siapa yang menggerakan otak untuk memberikan komando kepada pasukannya?

Hipotesanya adalah diri manusialah yang menggerakan akan dibawa kemana gerak kerja dari otak dan pasukannya itu. Tak mudah mengendalikan agresifitasnya, tapi tak ada yang mustahil seiring niat mengekang. Berpikir untuk otak yang penuh syukur, berkata baik dan bermanfaat untuk lidah yang penuh syukur pula.




Komentar

  1. Bener mas. Apalagi ketika melihat kaum hawa. Terima kasih sudah mengingatkan. Tetap istiqamah dalam berdakwah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mas. Semoga menginspirasi lebih.
      Fiqly

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar untuk respon/pertanyaan. Klik link "Subscribe by email" untuk mengetahui balasan komentar/pertanyaan. NO SPAM, No Links, No SARA, No P*RNO! Komentar berisi LINK & tidak sesuai ketentuan akan langsung dihapus. Jangan lupa diisikan nama usernya sebagai identitas untuk berkomunikasi di blog ini.

Postingan populer dari blog ini

Save Bonus Demografi!

S edikit keluar dari keseharian seorang mahasiswa teknik, perlu adanya perenungan terhadap fenomena hangat zaman ini. Sebuah anugerah atau mungkin musibah yang akan diterima bangsa ini. Sebuah kado dari Tuhan yang entah siapa yang memintanya. Bahkan, tidak ada yang pernah menyadari akan kemurahan yang diberikan-Nya itu kepada Bangsa Indonesia. Setiap masalah yang melanda negeri ini, membuat banyak pikiran terdistribusi untuk ikut menyelesaikan. Baik masalah yang bersifat klasik, hingga permasalahan yang 'dibuat-buat' manusia. Seperti halnya bencana alam yang memporak-porandakan tanah air, bentrok yang memecah belah persatuan bangsa, dan korupsi yang menjamur di mana-mana. Akan tetapi, hal seperti itu perlu disikapi dari sudut pandang yang berbeda. Menyelesaikan masalah dengan melakukan berbagai cara yang bersifat preventif. Dalam hal ini selalu berpikir visioner dalam bertindak. Bonus demografi adalah adalah istilah kependudukan untuk menggambarkan tersedianya

Pekerjaan Hati

 Durasi : 1 menit Sumber : drjuanda.com Cukuplah semua itu bermuara di hati yang terdalam Tak perlu kau umbar seperti halnya hitam yang kelam Kau menginginkan siang, tapi kau dapati malam Begitulah dunia yang dipenuhi hukum alam

Andai Engineer menjadi Ketua KPK

kezaliman pun seiring bertambahnya waktu semakin memuncak. Itulah korupsi yang sudah meradang akut di Negeri ini. Akan tetapi, saya memiliki kepercayaan bahwa selagi dunia masih berputar, masih ada peluang saya untuk merubahnya. Bukan pengharapan dari manusia berupa materiil dan ucapan terima kasih, tapi hanya ridho Allah saja yang menjadi tujuan perjalanan akhir.  Seperti pantulan bola tenis, adakalanya ia memuncak dan menurun. Begitu pula dengan korupsi yang   akan mengalami pasang surut dari masa ke masa. Korupsi akan merosot menurun hingga titik nolnya. Indonesia yang bersih dari korupsi itu akan terwujud ketika saya menjadi   Ketua KPK, seorang calon sarjana Teknik yang cerdas, amanah, dan kreatif. Memberikan pencerdasan kepada seluruh elemen masyarakat, menjadi salah satu upaya untuk menghalau korupsi. Dari sana, peran dari KPK untuk memonitor penyelenggaraan pemerintah negara bisa lebih kuat. Karena kepedulian akan korupsi bisa   meningkat. Semua orang turut menga